Migrasi Internet Protocol Versi 6 (IPv6)
Perkembangan pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat. Berdasarkan sumber “We are social, Februari 2022” jumlah pengguna internet sejak
5 tahun terakhir terus meningkat dengan data awal tahun 2022 terdapat 204,7 juta pengguna internet aktif di Indonesia. Tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 73.7% dari total populasi awal tahun 2022.
Kondisi ini mengalami peningkatan sebesar 2.1 juta (+1%) antara tahun 2021 dan 2022. Peningkatan pengguna internet di Indonesia terus akan mengalami peningkatan dengan hadirnya era 5G dan internet of things (IoT). Sistem IoT dimasa depan diyakini penyumbang terbesar perangkat pintar yang terdiri dari milyaran perangkat terhubung ke jaringan 5G.
Pesatnya pertumbuhan ini membuat kebutuhan akan pengalamatan IP semakin banyak. Masing masing perangkat yang terhubung ke internet membutuhkan pengalamatan yang disebut Internet Protocol. Internet Protocol versi 4 (Ipv4) yang hingga saat ini masih digunakan, nantinya tidak dapat lagi menyelesaikan permasalahan lagi. Kebutuhan ketersambungan perangkat IoT yang samakin masif ini tidak lagi dapat ditangani oleh pengalamatan Ipv4 yang saat ini banyak digunakan di
Indonesia.
Oleh karenanya dibutuhkan pengalamatan yang memiliki mobilitas, routing, dan keamanan yang lebih baik dari versi ebelumnya, yaitu IP versi 6. Protocol Internet ini dapat diartikan komunikasi
dalam kehidupan sehari hari. Ada aturan ataupun kesepakatan yang dilakukan dalam komunikasi (percakapan) seperti metode dan bahasa yang digunakan.
Aturan atau protokol ini yang harus diikuti agar pesan berhasil disampaikan dan dipahami. Sama dengan manusia, komputer juga menggunakan aturan atau protokol agar dapat berkomunikasi dengan benar diseluruh jaringan berbasis kabel, wireless dan juga internet. Ipv4 digunakan sejak
1981 hingga saat ini dengan jumlah alamat sebanyak 4.3 milyar dengan panjang 32 bit. IP versi 4 menggunakan bilangan desimal seperti 142.250.4.102.
Sementara IP versi 6 hadir menggantikan keterbatasan alamat versi sebelumnya dan sudah digunakan sejak 1998 dengan jumlah pengalamatan 340 Undecillion atau 10^36 dengan panjang pengalamatan 128 bit. Penulisan pengalaman IPv6 menggunakan bilangan hexa desimal seperti 2404:6800:4003:c11::65.
Dengan banyaknya pengalamatan yang dimiliki IPv6 dan ini lebih dari cukup untuk memenuhi akan kebutuhan IP. Perpindahan teknologi dari versi 4 ke versi 6 secara totalitas tidak mudah untuk dilakukan. Sejak IPv6 diperkenalkan dan sampai sekarang penggunaannya tidak seperti IPv4. Ada
beberapa kendala yang dihadapi dalam transisi ini. Awalnya kesediaan Ipv4 sudah menipis atau habis, namun kenyataanya Ipv4 tetap saja dipergunakan dan tidak habis habis.
IP versi 6 belum juga dioptimalkan karena penyelenggara masih banyak menggunakan trik seperti penggunaan NAT (Network Address Translation) sehingga dapat “menambah ketersediaan IPv4.
Kendala selanjutnya dalam proses migrasi membutuhkan investasi perangkat yang mendukung Ipv6. Perangkat perangkat lama yang belum mendukung pengalamatan Ipv6 harus diganti. Melihat masa usia perangkat yang bisa mencapai 15 tahun sehingga tetap saja dipergunakan karena IP versi 4 dapat berjalan. Karena IPv6 berbeda dengan IPv4 tentunya perlu sumber daya manusia yang mampu menyerap bagaimana mengoperasikan ipv6 tersebut.
Solusi yang migrasi yang memungkinkan saat ini adalah tetap berjalan berdampingan IPv4 dan juga IPv6. Teknik migrasi ini yang disebut dengan dual stack. Dual stack ini berisi dua pengalamatan IP yang terdiri dari versi 4 dan versi 6 dalam satu perangkat atau device. Jika sudah ready versi 6, maka yang versi 4 dapat ditinggalkan.
Teknik migrasi kedua adalah Tunneling yang dapat dilakukan menggunakan transportasi IPv4 melalui IPv6, dimana IPv6 di enkapsulasi di dalam IPv4. Selanjutnya dengan teknik translasi dengan NAT 64 yang memungkinkan perangkat IPv6 dapat berkomunikasi dengan perangkat IPv4, hal ini mirip NAT versi IPv4.
Oleh karenanya, untuk penerapan IPv6 ini harus benar benar didukung oleh penyedia jasa layanan internet, pemerintah, operator, manufaktur perangkat, penyedia aplikasi dan konten dan end user. Perlu juga dilakukan sosialiasi dan asistensi implementasi IPv6 pada semua stakeholder yang terlibat.
Untuk dapat migrasi ke Ipversi 6 tergantung masalah prioritas dan mainset saja, dan IPv6 tidak sulit yang dibayangkan karena versi 6 jauh lebih cepat dari IPversi 4 dan dapat ditulis dengan singkat/pendek untuk pengalamatannya sehingga sangat cocok untuk perangkat sensor pada IoT.
Oleh : Akhyar Lubis, S.Kom, M.Kom
Dosen Tetap Universitas Pembangunan Panca Budi
5 tahun terakhir terus meningkat dengan data awal tahun 2022 terdapat 204,7 juta pengguna internet aktif di Indonesia. Tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 73.7% dari total populasi awal tahun 2022.
Kondisi ini mengalami peningkatan sebesar 2.1 juta (+1%) antara tahun 2021 dan 2022. Peningkatan pengguna internet di Indonesia terus akan mengalami peningkatan dengan hadirnya era 5G dan internet of things (IoT). Sistem IoT dimasa depan diyakini penyumbang terbesar perangkat pintar yang terdiri dari milyaran perangkat terhubung ke jaringan 5G.
Pesatnya pertumbuhan ini membuat kebutuhan akan pengalamatan IP semakin banyak. Masing masing perangkat yang terhubung ke internet membutuhkan pengalamatan yang disebut Internet Protocol. Internet Protocol versi 4 (Ipv4) yang hingga saat ini masih digunakan, nantinya tidak dapat lagi menyelesaikan permasalahan lagi. Kebutuhan ketersambungan perangkat IoT yang samakin masif ini tidak lagi dapat ditangani oleh pengalamatan Ipv4 yang saat ini banyak digunakan di
Indonesia.
Oleh karenanya dibutuhkan pengalamatan yang memiliki mobilitas, routing, dan keamanan yang lebih baik dari versi ebelumnya, yaitu IP versi 6. Protocol Internet ini dapat diartikan komunikasi
dalam kehidupan sehari hari. Ada aturan ataupun kesepakatan yang dilakukan dalam komunikasi (percakapan) seperti metode dan bahasa yang digunakan.
Aturan atau protokol ini yang harus diikuti agar pesan berhasil disampaikan dan dipahami. Sama dengan manusia, komputer juga menggunakan aturan atau protokol agar dapat berkomunikasi dengan benar diseluruh jaringan berbasis kabel, wireless dan juga internet. Ipv4 digunakan sejak
1981 hingga saat ini dengan jumlah alamat sebanyak 4.3 milyar dengan panjang 32 bit. IP versi 4 menggunakan bilangan desimal seperti 142.250.4.102.
Sementara IP versi 6 hadir menggantikan keterbatasan alamat versi sebelumnya dan sudah digunakan sejak 1998 dengan jumlah pengalamatan 340 Undecillion atau 10^36 dengan panjang pengalamatan 128 bit. Penulisan pengalaman IPv6 menggunakan bilangan hexa desimal seperti 2404:6800:4003:c11::65.
Dengan banyaknya pengalamatan yang dimiliki IPv6 dan ini lebih dari cukup untuk memenuhi akan kebutuhan IP. Perpindahan teknologi dari versi 4 ke versi 6 secara totalitas tidak mudah untuk dilakukan. Sejak IPv6 diperkenalkan dan sampai sekarang penggunaannya tidak seperti IPv4. Ada
beberapa kendala yang dihadapi dalam transisi ini. Awalnya kesediaan Ipv4 sudah menipis atau habis, namun kenyataanya Ipv4 tetap saja dipergunakan dan tidak habis habis.
IP versi 6 belum juga dioptimalkan karena penyelenggara masih banyak menggunakan trik seperti penggunaan NAT (Network Address Translation) sehingga dapat “menambah ketersediaan IPv4.
Kendala selanjutnya dalam proses migrasi membutuhkan investasi perangkat yang mendukung Ipv6. Perangkat perangkat lama yang belum mendukung pengalamatan Ipv6 harus diganti. Melihat masa usia perangkat yang bisa mencapai 15 tahun sehingga tetap saja dipergunakan karena IP versi 4 dapat berjalan. Karena IPv6 berbeda dengan IPv4 tentunya perlu sumber daya manusia yang mampu menyerap bagaimana mengoperasikan ipv6 tersebut.
Solusi yang migrasi yang memungkinkan saat ini adalah tetap berjalan berdampingan IPv4 dan juga IPv6. Teknik migrasi ini yang disebut dengan dual stack. Dual stack ini berisi dua pengalamatan IP yang terdiri dari versi 4 dan versi 6 dalam satu perangkat atau device. Jika sudah ready versi 6, maka yang versi 4 dapat ditinggalkan.
Teknik migrasi kedua adalah Tunneling yang dapat dilakukan menggunakan transportasi IPv4 melalui IPv6, dimana IPv6 di enkapsulasi di dalam IPv4. Selanjutnya dengan teknik translasi dengan NAT 64 yang memungkinkan perangkat IPv6 dapat berkomunikasi dengan perangkat IPv4, hal ini mirip NAT versi IPv4.
Oleh karenanya, untuk penerapan IPv6 ini harus benar benar didukung oleh penyedia jasa layanan internet, pemerintah, operator, manufaktur perangkat, penyedia aplikasi dan konten dan end user. Perlu juga dilakukan sosialiasi dan asistensi implementasi IPv6 pada semua stakeholder yang terlibat.
Untuk dapat migrasi ke Ipversi 6 tergantung masalah prioritas dan mainset saja, dan IPv6 tidak sulit yang dibayangkan karena versi 6 jauh lebih cepat dari IPversi 4 dan dapat ditulis dengan singkat/pendek untuk pengalamatannya sehingga sangat cocok untuk perangkat sensor pada IoT.
Oleh : Akhyar Lubis, S.Kom, M.Kom
Dosen Tetap Universitas Pembangunan Panca Budi